Para peneliti dari Chicago University Amerika Serikat melaporkan
hubungan penting antara kegemukan, mendengkur dan proses kognitif pada
anak usia Sekolah Dasar.
Pengaruh obesitas dan gangguan tidur pada
anak ternyata penting sekali, mengingat otak tumbuh dengan cepat di
usia ini. Patut diingatkan juga bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak
terjadi dalam tidurnya! Hingga segala gangguan yang terjadi pada tidur
tentu berpengaruh pada proses tumbuh kembang anak.
Mendengkur
Mendengkur
pada anak bisa menjadi tanda adanya sleep apnea, atau henti
nafas saat tidur. Pada orang dewasa, gangguan tidur ini dapat
mengakibatkan hipertensi, diabetes, gangguan jantung hingga stroke.
Sedangkan pada anak, akibatnya lebih memprihatinkan, karena tampak
langsung pada kemunduran prestasi akademis dan pertumbuhan badannya.
Henti
nafas saat tidur terjadi akibat menyempitnya saluran nafas saat tidur,
hingga aliran udara tersumbat. Proses henti nafas ini akan memicu otak
untuk terbangun sejenak. Tapi jangan salah, walau anak tak sampai
terjaga, gelombang tidurnya sudah terganggu.
Buruknya kualitas
tidur akan akibatkan anak mengalami kantuk berlebihan atau hipersomnia.
Hanya saja, untuk melawan kantuknya, anak justru menjadi hiperaktif.
Efek kualitas tidur yang buruk ini jelas mengganggu proses berpikirnya.
Kemampuan konsentrasi yang buruk, kemampuan analisa menurun juga emosi
yang labil.
Pemeriksaan tidur
Berat badan
berlebih jelas memperberat dengkuran anak. Tetapi, suara dengkuran tidak
menjadi patokan parahnya suatu penyakit. Henti nafaslah yang perlu
diperhatikan. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan tidur menggunakan
polisomnografi di laboratorium tidur.
Dari pemeriksaan tidur baru
kita dapat memastikan adanya henti nafas, serta derajat serta karakter
henti nafas yang dialami. Keparahan gangguan nafas diukur dengan
apnea hypopnea index atau AHI, yaitu jumlah henti nafas yang
terjadi tiap jamnya. Kejadian henti nafas satu kali per jam saja pada
anak sudah menunjukkan gangguan nafas serius.
Karen Spruyt, PhD
dari departemen anak Pritzer School of Medicine yang memimpin penelitian
mengatakan bahwa, peningkatan jumlah anak yang mengalami obesitas akan
melipat gandakan hubungan antara gangguan tidur dan perkembangan
kognitif anak. Ia juga menambahkan, pentingnya meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang manfaat penurunan berat badan bagi kesehatan dan
prestasi akademis anak.
Penelitian yang diterbitkan pada
American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, memeriksa
351 anak usia SD. Mereka diperiksa tidur dan indeks massa tubuhnya.
Di
samping itu, kemampuan kognitif mereka pun diukur. Hasilnya, anak-anak
dengan sleep apnea mengalami kemunduran fungsi kognitif.
Anak-anak ini juga rata-rata mengalami kegemukan. Sementara jika dilihat
dari sisi anak-anak yang obesitas, mereka cenderung memiliki sleep
apnea yang lebih parah dan tentu saja kemampuan kognitif yang lebih
buruk.
Para peneliti mengingatkan, walau penelitian ini hanya
melihat masalah kegemukan dan mendengkur, pengurangan berat badan saja
belum tentu menyelesaikan masalah. Karena penelitian-penelitian lain
kini juga menunjukkan bahwa sleep apnea sendiri akan mengganggu
metabolisme hingga sulit untuk menurunkan berat badan. Apalagi anak
yang mengantuk cenderung makan lebih banyak.
Pemeriksaan
fungsi-fungsi tubuh saat tidur menjadi amat penting untuk mengambil
keputusan perawatan nantinya. Penderita sleep apnea juga tak
mesti gemuk. Sering dalam praktek sehari-hari saya temukan pasien anak
pendengkur yang berbadan kurus dan pendek. Ini disebabkan oleh
terganggunya tumbuh kembang anak akibat sleep apnea.
Monday, December 12, 2011
Hubungan Mendengkur, Kegemukan dan Kecerdasan Anak
Posted by ™☻Uchiha Ahmad Sske☻™ at 4:59:00 PM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment